Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah tipis seiring dengan tingginya permintaan obligasi Pemerintah Indonesia.
Rupiah pagi ini dibuka turun 42 poin atau 0,28 persen ke posisi Rp14.930 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.888 per dolar AS.
"Rupiah diperkirakan akan berkonsolidasi dengan kecenderungan menguat terbatas," kata Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Lukman menilai sentimen rupiah masih sangat positif, tercermin dari tingginya permintaan obligasi Pemerintah Indonesia sehingga membawa imbal hasil (yield) obligasi 10-tahun ke level terendah sejak Maret 2022, yang mana saat ini berada di level 6,62 persen.
Tingginya permintaan obligasi Pemerintah Indonesia dipengaruhi oleh sentimen positif investor akan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid di tengah perlambatan dan resesi global.
Pergerakan rupiah utamanya juga didukung oleh revisi aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang akan menguatkan rupiah ke depannya dalam jangka panjang.
Pemerintah Indonesia akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam agar selaras dengan pertumbuhan ekspor dengan cadangan devisa. Revisi aturan DHE diyakini dapat meningkatkan cadangan devisa nasional.
Berdasarkan PP Nomor 1/2019, hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang diwajibkan mengisi cadangan devisa dalam negeri. Selain menambah sektor komoditas ekspor, pemerintah juga akan meninjau lebih jauh terkait besaran jumlah yang harus masuk dalam cadangan devisa.
Kurs Rupiah melemah tipis seiring tingginya permintaan obligasi Indonesia
Rabu, 25 Januari 2023 9:35 WIB