Hal tersebut seolah mengukuhkan DKI Jakarta sebagai pusat referensi, rujukan perilaku, rujukan produk, rujukan pemikiran, bagi generasi muda di luar daerah.
Tak hanya para remaja dari daerah penyangga DKI Jakarta, akhir-akhir ini, kalangan "rich people' hingga pesohor tanah air seperti model Paula Verhoeven juga mulai "menginvasi" Citayam Fashion Week.
Setiap fenomena baru yang muncul ke publik, termasuk hingar bingar remaja bergaya unik ala Citayam Fashion Week, memunculkan dua sisi, yakni positif dan negatif.
Ya, tumpukan sampah, kemacetan lalu lintas hingga para remaja yang tertidur di trotoar jalan dekat Stasiun BNI City, Sudirman, Jakarta Pusat, menjadi sisi negatif yang timbul dari fenomena Citayam Fashion Week.
Menyikapi fenomena Citayam Fashion Week, akademisi dari Universitas Pasundan (Unpas) Dr H Deden Ramdan menuturkan pada dasarnya banyak hal potensial yang bisa dioptimalkan oleh pemerintah dengan hadirnya fenomena Citayam Fashion Week.
Potensi tersebut, kata Deden Ramdan, bisa menjadi hal yang positif bagi roda ekonomi sekitar, seperti street food hingga jenama (merek) lokal yang muncul karena dipakai oleh para ikon-ikon Citayam Fashion Week melalui metode endorse.
"Kalau kita lihat, sekarang itu ikon-ikon Citayam Fashion Week ini muncul dengan pakaian buatan desainer lokal. Mereka sengaja di-endorse oleh brand lokal. Dan ini bagus, brand memanfaatkan mereka untuk memasarkan produk ke publik," kata dia.