Singapura (ANTARA) - Harga minyak menguat di perdagangan Asia pada Jumat sore, memperpanjang kenaikan tajam di sesi sebelumnya karena cuaca dingin melanda sebagian besar Amerika Serikat, mengancam untuk lebih mengganggu pasokan minyak.
Minyak mentah Brent naik 42 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 91,53 dolar AS per barel pada pukul 07.45 GMT, setelah naik 1,16 dolar As pada Kamis (3/2/2022).
Baca juga: Harga minyak perpanjang kenaikan di Asia saat badai musim dingin landa AS
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS bertambah 52 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 90,79 dolar AS per barel, setelah terangkat 2,01 dolar AS sehari sebelumnya menjadi menetap di atas 90 dolar AS untuk pertama kalinya sejak 6 Oktober 2014.
Kedua harga acuan minyak menuju kenaikan mingguan ketujuh berturut-turut.
"Minyak mentah WTI melonjak di atas level 90 dolar AS setelah ledakan Arktik sampai ke Texas dan mengganggu beberapa produksi minyak di Permian Basin," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.
Badai musim dingin yang besar melanda Amerika Serikat bagian tengah dan Timur Laut pada Kamis (3/2/2022) di mana badai itu membawa salju dan es yang lebat, membuat perjalanan berbahaya jika bukan tidak mungkin, melumpuhkan ribuan listrik dan menutup sekolah-sekolah di beberapa negara bagian.
Baca juga: Harga minyak melonjak, WTI tembus 90 dolar untuk pertama kali sejak 2014
Pasokan minyak yang ketat mendorong struktur pasar enam bulan untuk WTI ke kemunduran tajam 8,08 dolar AS per barel pada Jumat, 7 sen lebih rendah dari tertinggi delapan tahun 8,15 dolar AS pada 29 November. Kemunduran terjadi ketika harga untuk perdagangan spot yang cepat berada di premi untuk harga berjangka, dan biasanya mendorong pedagang untuk mengambil minyak dari penyimpanan.
Karena pemulihan permintaan melebihi pasokan, pasar minyak semakin rentan terhadap gangguan pasokan, kata para analis.
"Bahkan ketika ribuan penerbangan dibatalkan, pasar energi terpaku pada produksi dan tidak terlalu banyak guncangan permintaan jangka pendek," kata Moya.
Ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah juga telah memicu kenaikan tajam minyak yang telah mendorong Brent dan WTI berjangka masing-masing naik sekitar 18 persen dan 21 persen, sepanjang tahun ini.
Amerika Serikat memperingatkan bahwa Rusia berencana menggunakan serangan bertahap sebagai pembenaran untuk menyerang Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan NATO dan Barat atas meningkatnya ketegangan, bahkan saat ia telah memindahkan ribuan tentara ke dekat perbatasan Ukraina.
Baca juga: Harga minyak naik setelah OPEC+ pertahankan kenaikan pasokan, stok AS jatuh
"Dengan risiko geopolitik di Ukraina dan hanya peningkatan bertahap produksi oleh OPEC+, harga diperkirakan akan menuju 100 dolar AS per barel," Chiyoki Chen, kepala analis di Sunward Trading mengatakan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat awal pekan ini untuk tetap mempertahankan kenaikan moderat sebesar 400.000 barel per hari (bph) dalam produksi minyak, dengan kelompok tersebut telah berjuang untuk memenuhi target yang ada dan meskipun ada tekanan dari konsumen utama untuk meningkatkan produksi lebih cepat.
Namun, dalam jangka menengah, beberapa analis memperkirakan pasar minyak akan segera mengalami surplus pada kuartal berikutnya, membantu mengerem lonjakan harga baru-baru ini.
"Kami memperkirakan tren berurutan dari penarikan stok global triwulanan akan beralih ke persediaan segera setelah kuartal kedua tahun ini, dan bertahan selama 15-18 bulan ke depan,” kata analis di Citi Research dalam sebuah catatan pada Kamis malam (3/2/2022).
Baca juga: Harga minyak naik di Asia setelah stok AS turun, keputusan OPEC+ jadi fokus
Harga minyak terus menguat di atas 90 dolar saat badai musim dingin landa AS
Jumat, 4 Februari 2022 16:20 WIB