Puluhan pekerja tampak menyortir, menimbang, dan menghitung buah mangga yang siap diperdagangkan itu.
Mereka kemudian mengepak buah-buah asal Desa Kedung Duwo Kedawung Kabupaten Cirebon itu yang terpilih sebagai layak ekspor.
Sementara itu, seorang pemuda yang terus mengawasi pekerjaan mereka, berulang kali sibuk mengangkat telepon untuk melayani pelanggan dari luar negeri.
Ahmad Abdul Hadi, pemuda tersebut, sesekali berbicara dalam Bahasa Arab dan sesekali Bahasa Inggris ketika menelepon.
Pemuda yang tampak energik tersebut juga sesekali memberi petunjuk kepada sekitar 60 karyawan yang berkerja khusus untuk ekspor.
Jika dilihat dari umurnya, pemuda kelahiran tahun 1984 tersebut tergolong muda untuk berkarir sebagai eksportir. Orang tuanyalah, H Sukarya, yang terus mendorong dia menjadi eksportir.
Sukarya merupakan pedagang buah yang telah banyak makan asam garam dalam perdagangan di dalam negeri.
"Saya sebenarnya tahun 1987 sudah mengisi barang ekspor melalui eksportir di Jakarta dan harus menunggu sampai tahun 2007 untuk ekspor sendiri," kata H Sukarya sambil tersenyum menyebutkan anaknya Ahmad Abdul Hadi sebagai ujung tombak karena memahami bahasa asing.
Ketekunan sang ayah yang telah malang-melintang sebagai pedangang di dalam negeri, memuluskan karir Ahmad Abdul Hadi. Paling tidak, Sukarya sudah berpengalaman menyediakan barang yang disukai konsumen.
Menurut pengakuan H Sukarya, yang sejak tahun 1971 sudah bergelut berjualan jeruk, dia beralih menjadi pedagang mangga pada 1985.
Dalam kegiatannya berdagang mangga tersebut antara lain bekerja sama dengan petani mangga guna menjaga kualitas buah.
"Saya menjaga kualitas buah mangga mulai dari petani hingga pascapanen," katannya.
Sementara itu Ahmad Abdul Hadi meneruskan usaha orang tuanya ke area yang lebih luas, yakni mengekspor berbagai buah dengan merk dagang "SAE FRUITS". "Sae" berarti baik.
"Saya memang bercita-cita menjadi pengusaha. Kebetulan ayah saya sudah merintis berdagang buah. Saya tinggal mengembangkannya," kata Ahmad Abdul Hadi yang sarjana Ekonomi Unswagati Cirebon dan lulusan Pondok Pesantren Gontor, Kediri, Jawa Timur tersebut.
Ia lulus di Gontor tahun 2004, tetapi ada wajib mengajar di almamaternya selama setahun. Kemudian tahun 2005 masuk Fakultas Ekonomi dan selesai 2010.
Pemuda yang telah menikah itu merupakan anak bungsu dari enam bersaudara dari Sukarya dan Hj Antin. Dia mengaku menikmati perkerjaannya sebagai eksportir.
Bahasa Arab dan Bahasa Ingris yang dia dapatkan selama di Pondok Gontor memuluskan cita-ciatanya menjadi eksportir.
Sementara itu, dengan bekal belajar di Fakultas Ekonomi menambah lengkap wasasannya di bisnis buah tersebut.
Sebuah gudang buah berukuran besar yang menyatu dengan rumah Sukarya di Desa Kedung Duwo Kedawung telah dipersiapkan guna mengemas setiap buah yang akan diekspor.
Berapa staf peneliti dari Pusat Penelitan dan Pengembangan Pertanian di Serpong pernah datang ke gudang buah milik Sukarya dan Ahmad Abdul Hadi itu guna mengambil contoh mangga yang akan diekspor.
"Kami akan meneliti buah mangga tersebut sejak pancapanen hingga diekspor dengan perlakuan khusus agar mangga lebih bertahan lama," kata staf peneliti tersebut, Puji.
Menurut Puji, berdasarkan penelitian yang sudah ada, jambu air yang semula bertahan selama tiga hari bisa bertahun selama dua minggu melalui perlakuan khusus.
Begitu juga dengan mangga yang diekspor oleh Ahmad Abdul Hadi yang biasanya hanya bertahan selama seminggu, mungkin setelah melalui berbagai perlakuan bisa bertahan lebih lama lagi.
Selain itu, pemilihan mangga oleh eksportir itu masih dengan cara sederhana tanpa sentuhan teknologi.
"Ke depan kita akan mengadopsi teknologi sortir yang ada di Australia dengan komiditi yang sama," kata Puji.
Di pihak lain, Ahmad Abdul Hadi mengaku terus mempelajari hal yang terbaik guna memenuhi pesanan dari luar negeri, terutama mengenai kualitas buah mangga.
"Pada bulan ini biasanya kita mendapatkan buah mangga kualitas terbaik karena saat berbunga terjadi pada musim kemarau. Tetapi tahun ini tampaknya hujan masih turun di musim kemarau," katanya.
Karena itu, kata dia, para penyortir harus benar-benar teliti jangan sampai barang yang dikirim ada yang busuk.
Khusus produksi petani binaan, kata dia, tetap menghasilkan mangga kualitas ekspor hingga 90 persen kendati terjadi musim hujan.
Ia mengatakan, untuk ekspor, harga mangga di tingkat petani harus di bawah Rp16 ribu per kilogram untuk mangga gedung gincu dan Rp6 ribu mangga harus manis.
"Kalau harganya di atas itu kurang menguntungkan," katanya.
Jika harga di petani tinggi, Ahmad Abdul Hadi akan beralih ke komoditas buah lain untuk diekspor. Mangga hanya untuk memenuhi konsumen di dalam negeri.
"CV Sumber buah selain melayani importir luar negeri juga memenuhi permintaan dalam negeri yang sudah puluhan tahun dirintis oleh orang tua saya," demikian Ahmad Abdul Hadi.
***4***
(T.Y003/B/s018/s018) 29-09-2010 10:17:26
PEMUDA ITU MENGEKSPOR MANGGA DARI CIREBON Oleh Yasad Ali
Rabu, 29 September 2010 10:25 WIB