Bandung (ANTARA) - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyatakan Jawa Barat (Jabar) memiliki potensi tembakau yang luar biasa besar yakni tembakau Jawa Barat dijual ke pasar tembakau di Sumedang untuk dikirim ke Payakumbuh, Sumatera, lalu ke Malaysia.
"Artinya, tembakau Jawa Barat berkualitas ekspor," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno, di Bandung, Kamis.
Beberapa waktu lalu, kata dia, sebanyak 1.000 perwakilan petani tembakau dari Jabar, Jateng, Jatim dan Lampung berkumpul di Gedung Budaya Sabilulungan Kabupaten Bandung, untuk menghadiri acara cara Peringatan Hari Petani Tembakau se-Dunia 2019.
Menurutnya, lewat peringatan hari tembakau sedunia ini pihaknya ingin menunjukkan kerja keras dan kreasi petani tembakau Jawa Barat dan petani tembakau Jawa Barat dinilai berhasil menjalin kerja sama dengan Pemprov Jabar maupun Pemerintah Kabupaten Bandung. Hal ini dibuktikan dengan terselenggaranya acara peringatan hari tembakau ini.
Dia mengatakan luasan perkebunan tembakau Jawa Barat berdasarkan area merupakan nomor tiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
"Tapi tembakau Jabar khas, penghasil devisa dan acara Peringatan Hari Petani Tembakau se-Dunia 2019 merupakan bentuk promosi tembakau," kata dia.
"Produk-produk terbaik tembakau akan dilaporkan ke ITGA. Sehingga dunia bisa melihat produk tembakau yang ada di Jawa Barat, Indonesia," lanjut dia.
Ia meyakini negara-negara di luar negeri akan senang melihat produk kreasi Jawa Barat.
Menurutnya, kemandirian para petani tembakau perlu dikabarkan dan diungkap dan selama ini para petani tembakau kurang mendapat perhatian dari pemerintah yang cenderung setuju dengan gerakan anti tembakau.
Padahal, kata dia, kontribusi petani tembakau terhadap pemasukan negara cukup besar yakni melalui cukai tembakau, mencapai Rp170 triliun.
"Kontribusi yang besar dari petani tembakau ini seharusnya tidak membuat pemerintah tidak melupakan posisi petani tembakau di Indonesia," kata Soeseno.
Soeseno mengatakan lebih dari 40 juta petani dan pekerja di seluruh dunia menggantungkan hidupnya pada tembakau.
Akan tetapi, terjadi tren penurunan drastis atas permintaan hasil tembakau di berbagai belahan dunia sejak tahun 2009.
Hal ini, kata dia, diperkirakan terjadi atas konsekuensi dari ketatnya peraturan yang diberlakukan terhadap produk hasil tembakau dan berdampak terhadap kualitas hidup para petani tembakau.
Dia mengatakan tekanan terhadap pertanian tembakau juga disebabkan oleh Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau/Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang menyatakan bahwa tanaman tembakau seharusnya digantikan dengan tanaman lain.
"Terkait permasalahan tersebut, sekarang saatnya untuk mempersiapkan pasar baru untuk terus memastikan kesejahteraan petani tembakau, khususnya di Indonesia," kata dia.
Asosiasi Petani Tembakau Internasional/International Tobacco Growers Association (ITGA), bersama afiliasinya yaitu Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) berada di garis depan untuk membela hak-hak petani tembakau di seluruh dunia, terutama bagi negara yang menggantungkan harapan besar pada tembakau seperti Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, kata Soesono, ITGA bersama AMTI dan APTI menyelenggarakanPeringatan Hari Petani Tembakau se-Dunia 2019, beberapa waktu lalu, di Kabupaten Bandung.
Soeseno mengatakan acara tersebut merupakan sebuah prakarsa yang digagas ITGA sebagai upaya mempromosikan secara global berbagai peranan petani tembakau di 22 negara penghasil tembakau.
Terhitung sejak tahun 2012, berbagai Asosiasi Petani Tembakau di seluruh dunia merayakan Hari Petani Tembakau se-Dunia 2019.
"Kami bangga akan para petani tembakau, mereka telah bekerja sepenuh hati demi kelangsungan hidup dan kesejahteraan dengan tetap menjaga lingkungan serta merawat masyarakat sekitar," kata dia.
"Petani tembakau menerapkan praktik kerja yang baik serta menjalankan berbagai prakarsa sosial dan lingkungan untuk secara konsisten meningkatkan mutu hidup keluarga mereka serta masyarakat secara umum. Selama ratusan tahun, petani tembakau juga merupakan bagian penting dari sistem ekonomi masyarakat. Tembakau adalah warisan kita," lanjut Soeseno.
Lebih lanjut ia mengatakan melalui acara tersebut para petani berunjuk gigi dan tetap bekerja keras.
"Mereka akan terus berproduksi, berkreasi dan berkontribusi. Walaupun mendapat tekanan berupa kebijakan pemerintah yang kurang memihak. Yang terbaru adalah kenaikan cukai 21,3 persen dan harga eceran naik 35 persen pada 2020," kata dia.
Ia mengingatkan, kebijakan tersebut akan mengurangi serapan tembakau dan pabrik akan mengurangi konsumsi tembakaunya.
"Ujung-ujungnya, kebijakan tersebut akan merugikan petani tembakau karena serapan hasil panen mereka berkurang," kata dia.
Saat ini pun, kata Soeseno, walaupun kebijakan kenaiakn cukai baru akan diterapkan 2020, namun dampaknya sudah terasa.
Para pedagang besar mulai memainkan isu akan mengurangi pembelian produk tembakaunya. Mereka tidak akan membeli banyak-banyak, dan hal ini akan menimbulkan goncangan bagi petani.
Namun ia meminta para petani agar tidak khawatir dan turun semangat.
Ia menuturkan, pihaknya sudah merasakan tekanan berupa kebijakan pemerintah sejak 2010.
"Tapi kami yakin petani tembakau akan tetap solid dan itu untuk bangsa dan negara. Ingat, 170 triliun cukai,” katanya.
Asosiasi: tembakau asal Jabar tembus pasar Malaysia
Kamis, 31 Oktober 2019 17:25 WIB