Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan akan memberikan sorotan serius pada sekitar 2.000 titik pengambilan air tanah yang belum terverifikasi dan memiliki izin di seluruh Jabar.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, mengatakan sekitar 2.000 titik sumur bor yang tersebar pada berbagai sektor usaha mulai dari perhotelan, tekstil, hingga manufaktur itu, diberi kesempatan untuk mengajukan perizinan hingga Maret 2026, dan setelahnya akan ada penindakkan tegas.

"Pemerintah memberi waktu sampai Maret 2026 untuk mengajukan permohonan perizinan. Kalau setelah itu tidak dilakukan, kami akan tindak tegas bersama aparat penegak hukum," kata Bambang usai diskusi 'Jejak Air Pegunungan, Mata Air, dan Air Tanah antara Alam, Industri dan Masyarakat di Kampus ITB Bandung, Selasa.

Bambang mengungkapkan secara total ada sekitar 7.000 titik sumur bor di Jawa Barat dari berbagai sektor usaha itu, dan hanya ada sekitar 5.000 titik yang sudah terverifikasi dan memiliki izin.

"Data yang kita miliki hasil rekonsiliasi bersama pemerintah kabupaten/kota dan para pemangku kepentingan menunjukkan ada sekitar 7.000 titik sumur bor di Jawa Barat. Dari jumlah itu, sekitar 5.000 sudah berizin," ujar Bambang.

Bambang menyebutkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan terus melakukan verifikasi dan validasi terhadap data penggunaan air tanah secara rutin setiap bulan guna melakukan pemantauan dan pengendalian.

Bambang menegaskan keberadaan titik pengambilan air tanah yang tidak berizin di Jawa Barat, bakal menyulitkan pemerintah dalam melakukan pengendalian dan konservasi sumber daya air bawah tanah.

Hal ini, tentu berpotensi mengganggu keseimbangan antara air yang diambil dengan yang terserap kembali ke dalam tanah.

"Kalau tidak terkendali, kita sulit menjaga keseimbangan kuantitas air tanah. Pemerintah punya tugas melakukan konservasi dan pengendalian agar ketersediaan air tetap terjaga," ujarnya.

Bambang mengungkapkan daerah dengan jumlah titik penggunaan air tanah terbanyak berada di Jawa Barat bagian utara hingga tengah, terutama di kawasan industri seperti Bogor dan sekitarnya.


Sementara untuk jenis usaha air minum dalam kemasan (AMDK), diungkapkan Bambang, di Jawa Barat ada 130 badan usaha, dan menggunakan sekitar 400 titik pengambilan air tanah di seluruhnya telah memiliki izin.

Namun demikian, Bambang mengingatkan adanya kewajiban bagi perusahaan untuk menyalurkan 15 persen dari debit air tanah yang diizinkan baginya, untuk kebutuhan masyarakat.

"Setiap pengambil air tanah wajib memberikan 15 persen dari debit izin yang dimilikinya untuk kebutuhan masyarakat. Misalnya, kalau izin pengambilannya 10 meter kubik per hari, maka 1,5 meter kubiknya harus disalurkan bagi masyarakat," katanya.

Bambang menambahkan saat ini pengelolaan air tanah di Jawa Barat dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.

Di mana, untuk wilayah Jawa Barat tengah ke bagian selatan menjadi kewenangan provinsi, sementara bagian tengah ke utara berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.

"Tujuan akhirnya satu, menjaga keseimbangan air tanah baik dari sisi kuantitas maupun kualitas," katanya.

 

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jabar soroti serius 2.000 titik pengambilan air tanah tak berizin

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2025