Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan penguatan nilai tukar rupiah dipengaruhi berlanjutnya pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).

“Rupiah dan mata uang lainnya pada umumnya menguat terhadap dolar AS yang melanjutkan pelemahan pasca FOMC yang di mana walau mempertahankan suku bunga, namun akan mulai melonggarkan quantitative tightening, sehingga imbal hasil obligasi AS juga turun cukup besar,” ungkap dia ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.

Quantitative Tightening (QT) merupakan kebijakan moneter yang dilakukan Federal Reserve (The Fed) untuk memperkecil neraca dengan menyusutkan cadangan moneter guna menghilangkan likuiditas atau uang dari pasar keuangan, sehingga menghindari terjadinya inflasi. Hal ini dilakukan dengan cara menjual obligasi yang dimiliki bank sentral kepada publik.

Saat ini, imbal hasil obligasi AS telah menurun dari 4.965 persen menjadi 4.575 persen. “Efek mungkin untuk sementara saja, investor masih lebih fokus pada tingkat suku bunga acuan,” ujar Lukman.
 

Pada akhir perdagangan Jumat, kurs rupiah menguat 102 poin atau 0,63 persen menjadi Rp16.083 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.185 per dolar AS.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat turut menguat ke level Rp16.094 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.202 per dolar AS.

 

 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah menguat karena dolar AS lanjut melemah setelah pertemuan FOMC

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024