Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana mengatakan rendahnya jumlah perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu tidak terlepas dari berbagai hambatan yang dialami perempuan.
Hambatan itu antara lain faktor keterbatasan informasi mengenai mekanisme proses seleksi, lingkungan politik yang tidak sensitif gender, hingga hambatan yang bersifat sosial kultural.
"Apabila kita ingin menghadirkan Pemilu 2024 sebagai pemilu yang inklusif bagi semua kelompok, maka struktur penyelenggara pemilu yang inklusif dengan memperhatikan kesetaraan gender menjadi prasyarat penting," kata Aditya dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Dia mengatakan, untuk menuju hal tersebut, salah satu titik krusialnya tentu berada dalam pembentukan tim seleksi yang harus mempertimbangkan keterwakilan perempuan dan memiliki perspektif gender yang kuat.
Tim Seleksi juga dapat memberikan porsi perhatian yang serius dalam menjaga jumlah keterwakilan yang memadai hingga tahap akhir seleksi.
Setelahnya, ujar dia, komitmen para politisi di DPR RI dalam memberikan kebijakan yang tentu berpihak kepada keterwakilan perempuan.
"Harapannya, jumlah komisioner perempuan yang dipilih oleh Komisi II DPR RI nanti bisa lebih banyak dibandingkan dengan periode sebelumnya," katanya.
Untuk itu, katanya, perlu adanya suatu upaya secara kolektif dari berbagai elemen masyarakat untuk dapat mendorong jumlah keterwakilan yang sesuai dengan amanat undang-undang di Lembaga penyelenggara pemilu untuk memastikan terciptanya kebijakan-kebijakan prosedural kepemiluan yang ramah terhadap perempuan.
PUSKAPOL LPPSP FISIP UI dengan dukungan dari Pemerintah Australia melalui Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan mitra pelaksananya International Foundation for ElectoralSystems (IFES) sedang melaksanakan Program Perempuan Memimpin 2021.
Tujuan utama dari program ini adalah meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan di penyelenggara pemilu melalui program pelatihan dan pendampingan untuk mengikuti
proses seleksi penyelenggara pemilu.
Harapannya lanjut dia program ini dapat mendorong kandidat perempuan potensial untuk ikut serta dalam proses seleksi penyelenggara sehingga keterwakilan 30 persen perempuan dalam struktur penyelenggara pemilu dapat tercapai.
Program ini sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2016, dan telah memberi banyak manfaat kepada para peserta dalam membangun kepercayaan diri dan kapasitas untuk ikutserta dalam proses seleksi penyelenggara pemilu.
Dua alumni program ini pun terpilih sebagai komisioner, yaitu Evi Novida Ginting (KPU RI) dan Ratna Dewi Pettalolo (Bawaslu RI). Sebagian alumni yang lain kemudian tersebar sebagai penyelenggara pemilu di tingkat lokal.
Baca juga: Puskapol UI latih 158 perempuan tentang kepemiluan
Baca juga: Puskapol UI sebut amendemen konstitusi perlu pelibatan publik secara luas
Baca juga: Gerakan solidaritas sosial di masa pandemik perlu dijaga terus, sebut Puskapol UI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Hambatan itu antara lain faktor keterbatasan informasi mengenai mekanisme proses seleksi, lingkungan politik yang tidak sensitif gender, hingga hambatan yang bersifat sosial kultural.
"Apabila kita ingin menghadirkan Pemilu 2024 sebagai pemilu yang inklusif bagi semua kelompok, maka struktur penyelenggara pemilu yang inklusif dengan memperhatikan kesetaraan gender menjadi prasyarat penting," kata Aditya dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Dia mengatakan, untuk menuju hal tersebut, salah satu titik krusialnya tentu berada dalam pembentukan tim seleksi yang harus mempertimbangkan keterwakilan perempuan dan memiliki perspektif gender yang kuat.
Tim Seleksi juga dapat memberikan porsi perhatian yang serius dalam menjaga jumlah keterwakilan yang memadai hingga tahap akhir seleksi.
Setelahnya, ujar dia, komitmen para politisi di DPR RI dalam memberikan kebijakan yang tentu berpihak kepada keterwakilan perempuan.
"Harapannya, jumlah komisioner perempuan yang dipilih oleh Komisi II DPR RI nanti bisa lebih banyak dibandingkan dengan periode sebelumnya," katanya.
Untuk itu, katanya, perlu adanya suatu upaya secara kolektif dari berbagai elemen masyarakat untuk dapat mendorong jumlah keterwakilan yang sesuai dengan amanat undang-undang di Lembaga penyelenggara pemilu untuk memastikan terciptanya kebijakan-kebijakan prosedural kepemiluan yang ramah terhadap perempuan.
PUSKAPOL LPPSP FISIP UI dengan dukungan dari Pemerintah Australia melalui Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan mitra pelaksananya International Foundation for ElectoralSystems (IFES) sedang melaksanakan Program Perempuan Memimpin 2021.
Tujuan utama dari program ini adalah meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan di penyelenggara pemilu melalui program pelatihan dan pendampingan untuk mengikuti
proses seleksi penyelenggara pemilu.
Harapannya lanjut dia program ini dapat mendorong kandidat perempuan potensial untuk ikut serta dalam proses seleksi penyelenggara sehingga keterwakilan 30 persen perempuan dalam struktur penyelenggara pemilu dapat tercapai.
Program ini sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2016, dan telah memberi banyak manfaat kepada para peserta dalam membangun kepercayaan diri dan kapasitas untuk ikutserta dalam proses seleksi penyelenggara pemilu.
Dua alumni program ini pun terpilih sebagai komisioner, yaitu Evi Novida Ginting (KPU RI) dan Ratna Dewi Pettalolo (Bawaslu RI). Sebagian alumni yang lain kemudian tersebar sebagai penyelenggara pemilu di tingkat lokal.
Baca juga: Puskapol UI latih 158 perempuan tentang kepemiluan
Baca juga: Puskapol UI sebut amendemen konstitusi perlu pelibatan publik secara luas
Baca juga: Gerakan solidaritas sosial di masa pandemik perlu dijaga terus, sebut Puskapol UI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021