Antarajabar.com- Menggantikan asupan sahur dengan hanya minum teh atau susu agar tetap fit beraktifitas selama bulan Ramadhan adalah persepsi yang salah kata praktisi teknologi pangan Universitas Padjadjaran (Unpad), Fetriyuna di Jatinangor, Minggu.
“Itu persepsi yang tidak benar. Minum susu atau teh tidak akan bisa menggantikan energi yang seharusnya diperoleh dari mengkonsumsi penganan yang mengandung protein, lemak atau karbohidrat sebagai sumber energi,” kata Fetriyuna.
Bila tidak memungkinkan untuk sahur maka bias disiasati dengan makan dulu sebelum tidur supaya energi bisa tersimpan. Itu bisa disiasati dengan karbohidrat -karbohidrat yang lama dicerna seperti mengkonsumsi gandum utuh atau makanan yang tinggi serat sehingga akan lama dicerna dan energi bisa tersimpan.
Menurut Fetriyuna, yang utama perlu diperhatikan dalam menu sahur adalah kecukupan energi. Energi bisa dihasilkan dari mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, karbohidrat dan lemak.
Dari proporsi nilai, konsumsi lemak menyumbang energi lebih banyak dibanding karbohidrat atau protein. Satu gram lemak bisa menghasilkan kalori dua kali lipat dibanding protein dan karbohidrat.
Selain itu menurutnya yang juga harus dipastikan untuk dipenuhi adalah konsumsi cairan.
"Yang paling utama mungkin cairan. Karena kalau tidak sahur berarti kita tidak minum atau tidak mengkonsumsi cairan,” katanya.
Menurutnya makan berlebihan saat berbuka juga merupakan praktek yang salah. Apalagi jika sebelumnya juga tidak makan sahur.
“Praktek yang tidak tepat karena saat puasa kita punya jeda yang lama dimana lambung kita kosong. Apa lagi kalau tdak sahur, kalau dikasih banyak nanti otot lambung akan kaget. Makanya, sebaiknya makan yang ringan dulu,” kata Fetriyuna.
Jadi jangan karena tidak sahur lalu pas buka langsung dihajar makanya untuk menggantikan rasa lapar setelah puasa seharian.
FBegitu juga saat itu momen Idul fitri, disarankan untuk tidak langsung makan dalam porsi yang banyak. Hal tersebut disebabkan tubuh masih terbiasa dengan pola makan selama Ramadhan.
Menurut Fetriyuna adalah persepsi yang salah bahwa ramadhan diartikan tidak makan, sehingga lebaran harus makan banyak untuk menggantikan yang di bulan Ramadhan
"“Karena euphoria idul fitri kita menyiapkan makanan yang spesial, yang tinggi gula, tinggi lemak. Kita boleh makan tapi harus ingat takarannya harus seimbang," katanya.
Kesadaran terhadap makanan harus menjadi tanggung jawab masing-masing individu
“Kita biasanya tidak terbiasa melihat label bahan pangan. Bila terlihat enak, menarik dan iklannya baik, meski bahan makanannya tidak sehat kita tetap mau konsumsi tanpa dilihat dan dipelajari apa kandungan dan fungsinya," kata Fetriyuna menambahkan.
Susu dan Teh Tak Gantikan Makan Sahur
Minggu, 26 Juni 2016 20:32 WIB